Akhir – akhir ini aku
sibuk mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian dalam melanjutkan pendidikanku
di sebuah universitas ternama di pulau Jawa. Jauh sebelum ini aku telah banyak
mencari informasi mengenai universitas yang menjadi targetku itu. Setelah semua
berkas yang ku masukan dalam sebuah website universitas pilihanku, aku segera
mencetak kartu ujian dan menyiapkan diri untuk bertempur di medan perang nanti.
Ada rasa bahagia bisa pergi menempuh ilmu di negeri seberang, namun tak sedikit
rasa cemas dan khawatir menghampiri. Bagaimanapun aku harus siap menerima semua
konsekuensinya nanti dan bertanggung jawab atas pilihan ku tersebut.
Siang ini setelah mencetak kartu
ujian, aku melihat banyak teman-temanku berkumpul. Mereka sedang membicarakan
tentang hari perayaan wisuda diplomaku. Aku baru menyadari bahwa wisuda ku juga
akan diselenggarakan pada bulan yang sama aku mengikuti ujian masuk
universitas. Ku hampiri mereka yang sedang asyik mengobrol..
“Eh,Tik Lagi ngomongin apa sih?
Seru banget kelihatannya” tanyaku pada salah seorang temanku
“Ini loh uni, kita lagi ngomongin
persiapan wisuda nanti. Uni gimana? Sudah menyiapkan baju kebaya untuk acara
nanti?” tanyanya balik padaku. Sontak ku terkejut mendengar pertanyaan dari Tika.
Aku benar-benar tidak sadar bahwa hari wisudaku sebentar lagi tiba, namun aku
belum menyiapkan diri untuk itu.“Ya kalau baju kebayanya sih sudah,tik. Hehehe”
jawabku dengan tampang polos
“Emang kepastian wisudanya
tanggal berapa sih?” lanjut ku bertanya pada Tika
“Loh uni belum tahu juga? Tanggal
8 bulan depan? Sudah tinggal seminggu lagi ini uni” jawab Sari
Bagaimana aku bisa melupakan hari
pentingku? Mungkin karena terlalu sibuk dengan urusan persiapan ku masuk
universitas, sehingga membuatku melupakan beberapa hal yang perlu aku
persiapkan juga. “Tanggal 8 bulan depan? Tunggu! Bukankah, besoknya aku harus
melakukan ujian masuk universitas?” batinku dalam hati. Ini benar-benar dilema.
Di sisi lain aku akan wisuda, namun disisi lainnya aku harus berangkat ke luar
kota untuk ujian. Yang kuharpakan saat ini hanyalah keajaiban semoga jadwal
wisuda bisa ditunda.
Namun
hal yang kutakutkan terjadi. Setelah pembicaraanku bersama Tika dan Sari
seminggu yang lalu, ternyata jadwal wisudaku tidak ditunda. Saat ini aku telah
berada di sebuah auditorium tempat ku
melaksanakan perhelatan besar bagi calon diploma. Aku telah mengenakan baju
hitam kebesaran dan sebentar lagi gelar diploma akan segera melekat di akhir
namaku. Ada perasaan haru saat mendengar namaku dipanggil kedepan. Hari yang
ditunggu telah tiba. Perjuangan panjang selama tiga tahun telah terbalaskan
dengan satu hari yang bersejarah ini. Ibu dan bapakku sampai meneteskan air
mata melihat kemenanganku pada hari ini.
“Selamat ya, uni. Akhirnya sudah
sarjana juga. Semoga nanti diterima di universitas yang diinginkan”
“Terima kasih, Sa. Doakan ya
besok ujian penentuannya, semoga aku bisa lanjut pendidikan lagi.” Jawabku pada
Nisa.
Nisa mengangguk dan tersenyum
padaku. Nisa adalah sahabatku semasa kuliah, namun beda kampus. Kami telah
bersahabat sudah hampir tiga tahun dan sampai sekarang.
“Uni, kita harus berangkat ke
bandara supaya tidak terjebak macet nanti. Takutnya kalau nanti, kamu
ketinggalan pesawat, nak” ajak ibuku tiba-tiba
“Baik buk, kita memang harus
buru-buru. Mengingat besok adalah hari ujiannya.” Jawabku pada ibu. Aku telah
mempersiapkan semua perlengkapanku didalam mobil. Setelah ku berganti pakaian
akhirnya, kijang yang di pacu oleh Om Syarif melaju sampai ke bandara. Dengan
perasaan lelah bercampur cemas aku menunggu sampai akhirnya tiba di bandara.
Kedua orang tuaku mengantarkan sampai pintu keberangkatan. Saat itu tampak enam
orang temanku telah menunggu kedatanganku. Ya, aku tidak sendiri. Aku akan
mengikuti ujian bersama temanku yang lainnya.
“Buk , doain ya semoga uni bisa
lulus masuk universitas yang uni inginkan dan melanjutkan pendidikan disana.”
Pintaku pada ibu
“Ibu akan selalu mendoakan yang
terbaik,nak. Hati-hati ya, segera kabarkan ibu jika sudah sampai.” Jawab ibu.
Aku tersenyum dan langsung memeluk ibu.
Saat
ini aku telah sampai di Bandara Internasional Juanda. Setelah kami semua mengambil
bagasi akhirnya Om Budi, yang baru kuketahui namanya dari salah seorang
temanku, datang menjemput. Kami diantar sampai tiba di penginapan. Rasa lelah
luar biasa mengampiri seluruh tubuhku. Aku segera membersihkan diri dan
beristirahat untuk persiapan besok hari.
Keesokan harinya, kami semua
bangun dengan perasaan yang sudah kembali segar. Bagaimanapun keadaannya, kami
harus tetap semangat untuk meraih masa depan. Setelah bersiap akhirnya kami
langsung menuju ke tempat ujian. Ujiannya hanya berlangsung satu hari dalam
waktu dua jam saja, namun sangat berarti bagi ku dan keenam temanku. Setelah
selesai ujian, kami bergegas mengambil tempat duduk di bawah pohon yang tak
begitu rindang
“Gimana ujiannya tadi, teman?
Sulit juga ternyata,ya.” Laksmi mulai membuka obrolan
“Bener mi. Soalnya lumayan bikin
otakku jadi keriting.” tambah Rere
“Bagaimana kalau setelah ini kita
refreshing dulu sambil menunggu pengumuman nanti. Kan lumayan sudah sampai
disini, masa tidak jalan-jalan?” tutur Putri
“Baiklah, kita atur saja rute
perjalanan kita selama disini. Setidaknya sambil menyelam minum air, tujuan
awal adalah ujian namun setelah hal pertama selesai, tidak masalah kalau kita
pergi berlibur sejenak,kan?” kataku pada teman-teman yang lain
‘Setuju! Kita harus tahu tempat
wisata yang bagus di Surabaya ini.Dari makanan sampai tempat sejarahnya harus
kita telusuri. Kelak, hari ini akan jadi kenangan yang bisa kita ceritakan
kepada teman-teman dan keluarga kita”
“Wah boleh juga tuh. Sebaiknya
kita minta tolong om Budi dalam perjalanan kita saja. Karena dari kita belum
pernah ada yang kesini, takutnya nanti malah nyasar.” Jawab Rosa. Aku dan lima orang temanku yang
lain hanya tertawa mendengar penjelasan Rosa. Gadis lugu ini sangat takut jika
nanti kita akan hilang di kota sebesar Surabaya.
Setelah
kami semua bermusyawarah, aku segera menghubungi om Budi. Beruntungnya beliau
langsung menyanggupi permintaan kami. Beliau mengatakan bahwa perjalanan
keliling Surabaya ini akan dimulai pada esok hari. Aku dan teman-teman lain
langsung berteriak kegirangan.
Esoknya, setelah bersiap dan
makan pagi, perjalanan dimulai dengan rute ke jembatan Suramadu. Sejujurnya,
aku tidak pernah membayangkan berada di kota penuh sejarah ini. Aku, gadis
keturunan minang, terkadang hanya menghabiskan waktu liburan di sekitar kota di
pulau Sumatera saja. Namun, saat ini, kakiku telah menginjakkan bumi arek-arek
Suroboyo. Ada perasaan bangga dan senang ketika sampai di tempat sejauh ini.
Setelah memakan waktu kurang lebih dua jam, sampailah kami di jembatan
Suramadu, jembatan yang dulunya hanya dapat kulihat di televisi saja atau
kadang di media masa. Tapi sekarang aku telah berada di atasnya sembari melihat
pemandangan kiri dan kanan adalah hamparan lautan yang terpampang luas. Kami
tidak diizinkan turun karena kononya ada polisi dari dinas perhubungan yang
sedang berpatroli di jembatan tersebut. Alhasil, om Budi membawa kami ke bawah
jembatan untuk sekedar mengambil foto dalam mengenang perjalanan kami di
jembatan Suramadu. Memang tidak diragukan, jembatan panjang tersebut sungguh
istimewa, jembatan yang menghubungkan kota Surabaya dan Madura. Terlebih banyak
hiasan yang bertengger indah di atas jembatan menambah kesan elegan pada jembatan Suramadu. “Setelah
ini, kita akan kemana lagi om?” tanyaku pada om Budi
“Kita akan berkunjung ke makam
bapak pencipta lagu Indonesia Raya” jawab om Budi
“Maksud om, W.R Soepratman?”
tanya Rosa tiba-tiba
Om Budi tersenyum dan itu
pertanda jawaban Rosa tadi benar. Aku tak pernah tahu bahwa sebelumnya ada
makan W.R Soepratman disini. Mungkin karena ketika pelajaran sejarah dulu aku
sering tertidur di kelas saat guru menerangkan. Ah, malu dan menyesal sekali
rasanya.
Tak butuh waktu lama, akhirnya
kami sampai di sebuah pekarangan yang tidak begitu luas. Dari luar tampak tugu
batu yang mengisyaratkan bahwa disini adalah tempat makam bapak W.R Soepratman,
sayangnya kami tak bisa masuk untuk melihat lebih jauh, karena kebetulan
penjaga makam sedang tidak berada disekitar makam. Walaupun demikian, kami tak
lantas kecewa, setidaknya ada beberapa gambar yang dapat kami ambil di tugu
batu makam bapak W.R Soepratman tersebut.
Karena waktu dzuhur telah tiba,
om Budi langsung memboyong kami ke sebuah masjid yang berbeda dari masjid
kebanyakan. Masjid Muhammad Cheng Hoo. Ya, masjid bercorak klenteng ini membuat
aku dan teman-teman lainnya terkagum. Pertama kali kami masuk, ada rasa sangsi
melihat etnik Cina yang begitu kental. Tapi, setelah beberapa kali kami
berkeliling mengitari masjid, akhirnya kami yakin kalau bangunan megah itu
adalah sebuah masjid. Pepatah dulu mengatakan, “janganlah menilai sesuatu hanya
dari luarnya saja.” Aku setuju akan hal itu. Terbukti dengan kemegahan masjid
Cheng Hoo ini menambah nuansa sejarah yang apik didalamnya
“Masjid ini didirikan oleh
seorang pemuda Cina yang masuk islam dulunya.” Jelas om Budi pada aku dan
teman-teman.
“Kalau dlihat dari luar, memang
seperti klenteng ya om, tapi kalau sudah masuk ke dalam, aura masjid
sesungguhnya baru terpancar.” Jawabku
Teman- temanku yang lain
terpesona melihat intrinsik masjid yang sangat berbeda dari masjid lainnya yang
sering kami temui.
Perjalanan
dilanjutkan menuju ke tugu pahlawan. Tempat ini merupakan saksi bagaimana
perjuangan para pahlawan kita berjuang memperebutkan kemerdekaan Indonesia. Tak
lupa kami mengabadikan momen bersejarah ini dalam beberapa jepretan foto.
Walaupun sang surya terlalu semangat memancarkan sinarnya, kami bertujuh tak
patah semangat melanjutkan perjalanan yang berharga ini. Kami mulai menyusuri
sudut demi sudut yang ada di tugu pahlawan. “Ternyata Indonesia memiliki begitu
banyak cerita sejarah yang luar biasa,ya.” Tutur Cindy tiba-tiba
“Aku semakin bangga pada
Indonesia”
“Kalau saja dulu aku tak tidur
saat pelajaran sejarah, mungkin aku tak akan malu seperti sekarang. Masa
sejarah Indonesia saja bisa kulupakan” tambahku
“Jadi, perjalanan kita hari ini
adalah pelajaran dan pengalaman berharga buat kita,teman. Sambil menyelam minum
air. Sambil ujian kita liburan.” Rere tertawa diikuti kelima temanku yang lain
Setelah puas mengitari setiap
sudut tugu pahlawan, om Budi, yang menjadi pemandu setia wisata kami, mengajak
untuk melihat monumen kapal selam. Di fikiranku tak sedikitpun terlintas bentuk
dan rupa monumen tersebut. Waktu telah menunjukan pukul empat sore, kami tiba
di monumen kapal selam dengan disambut rinai hujan yang menambah kesegaran
setelah panas terik. Om Budi langsung mengajak kami masuk untuk melihat apa
yang terdapat di dalam monumen kapal selam. Dan kembali aku terpengarah melihat
bahwa didalam monumen ini didesain persis
seperti kapal selam sungguhan, dimana terdapat tempat tidur prajurit dan
kapten, peralatan perang, tempat penyimpanan bahan bakar dan amunisi serta
beberapa bagian kapal selam yang tak kuingat namanya. Kurang lebih satu
setengah jam kami menghabiskan waktu di dalam monumen, om Budi mengajak kami
pergi ke suatu tempat yang menjadi ciri khas kota Surabaya. Patung Surabaya.
Kami sampai tepat setelah hujan berhenti, sehingga tampak beberapa pengunjung
yang mengambil gambar di sekeliling patung. Patung Surabaya terlihat begitu
nyata. Ini merupakan simbol kemegahan kota Surabaya sendiri.
“Ini namanya patung Suro lan Boyo,mbak.
Maksudnya patung ini menggambarkan ikan Hiu Sura dan Buaya” jelas om Budi pada
kami
“Bagus banget ya,om. Pantas saja,
patung ini jadi maskot Kota Surabaya.”
Tambah Putri
Rosa dan Cindy mengangguk
semangat. Mereka terlihat antusias mendengar mata kuliah sejarah yang
dijelaskan om Budi. Setelah lelah berjalan, akhirnya kami semua memutuskan
untuk pulang. Karena hujan kembali turun, om Budi langsung membawa kami ke
penginapan. Hari ini sangat istimewa. Dari menyeberangi pulau melalui sebuah
jembatan terpanjang, berkunjung ke makam bapak pencipta lagu Indonesia Raya,
shalat di masjid dengan etnik Cina yang kental, menjelajahi tugu pahlawan yang
menyimpan banyak peristiwa sejarah didalamnya, menelusuri setiap monumen kapal
selam dan mengupas tuntas bagian - bagian kapal selam untuk perang pada jaman
dulu sampai ditutup dengam menikmati patung Surabaya yang menjadi maskot kota indah ini.
Ekpedisi di negeri pahlawan
sungguh menyenangkan dan meninggalkan kesan yang mendalam di hati. Semoga kota
pahlawan ini akan terus seperti ini sampai kapanpun. Kota yang menyimpan banyak
cerita dan saksi bisu atas perjuangan dan keringat para pahlawan yang merebut
kemerdekaan Indonesia. Betapa bamgganya jadi salah satu bangsa Indonesia.
Belajar dari sejarah, bahwa para pahlawan terdahulu dengan keringat bercucuran
darah, dengan semangat yang terus membara, mereka mampu merebut kemerdekaan
Indonesia dari bangsa asing. Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk membalas
semua jasa – jasa beliau ? haruskah kita menyerah disetiap langkah perjuangan
kita sedangkan para pahlawan saja enggan berhenti dan mengeluh demi kebahagiaan
anak cucu mereka ? terima kasih, hari ini aku telah banyak belajar dan dibawa
untuk menelusuri kilas balik perjuangan pahlawan bangsa dan melihat takjub
bukti perjuangan mereka. Suatu saat, anak cucuku harus melihat ini , agar
mereka tahu bahwa kemenangan kemerdekaan Indonesia bukanlah cerita sejarah
belaka atau dongeng sebelum tidur.